Sejarah berdirinya Desa Mantrianom diambil dari cerita yang bersumber dari sesepuh desa yang sekaligus mantan Kepala Desa Mantrianom, periode 1975-1987 ZAENI ISNGAD. Beliau menuturkan tentang sejarah Desa Mantrianom sebagai berkut:
Pada saat memimpin perang melawan Belanda, Pangeran Diponegoro memiliki strategi, yakni selalu berpindah-pindah tempat, dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Tujuannya adalah,agar perlawanan dari rakyat berkesan terjadi dimana-mana serta untuk menghindari agar sulit ditangkap.
Pada saat memimpin perang tersebut, beliau selalalu didampingi oleh pengikut yang sangat setia mengawal kemana beliau pergi memimpin perang. Pengikut atau pada saat itu disebut MANTRI itu berjumlah 3 (tiga) orang yang bernama (1) KYAI MADJA (2) RADEN BASAH SENTOT PAWIRODIREJO dan (3) KYAI LUTUNG.
Dari para pengikut beliau, KYAI LUTUNG adalah orang yang paling betah tinggal di desa ini.KYAI LUTUNG juga merupakan pengikut yang paling muda usianya, atau bahasa jawanya adalah NOM. Pada saat tinggal di desa ini, KYAI LUTUNG mau berbaur dengan masyarakat setempat dan melakukan aktifitasnya seperti masyarakat pada umumnya. Dan yang membuat menarik dan betah tinggal di desa ini adalah beliau bisa mondok di desa ini.
Saat tinggal dan mondok, akhirnya beliau meninggal di desa ini dengan usia yang relatif sangat muda. Meski meninggal di desa ini, sampai saat ini tidak diketahui pemakaman beliau. Untuk mengenang dan menghormati keberadaan beliau di desa ini, akhirnya diabadikan sebagai nama desa yaitu Desa Mantrianom, yang diambil dari kata (MANTRI, diambil yang bermakna pengikut) dan meninggal di usia muda atau bahasa jawanya (NOM). Jadilah Mantrianom dan nama tersebut abadi sampai dengan saat ini.